Selasa, 24 Maret 2009

Saputangan dan Semut E11

Oleh : Rangga Permana

Hari ini Edi pulang sekolah sendirian. Sohib, sahabatnya yang biasa pulang bersamanya, hari itu sakit. Ia tidak masuk sekolah.
Edi menyusuri jalanan menuju rumahnya. Di sebuah warung makan di pinggir jalan, Edi melihat sebuah mobil. Walaupun kaca mobil itu tertutup, Edi bisa melihat seorang anak perempuan di dalamnya. Anak itu duduk sendirian di kursi belakang. Ia tampak gelisah, bahkan menangis.
Anak perempuan itu lalu tampak menutup wajahnya denagn sapu tangan. Secara tak sadar, Edi terus memperhatikan anak itu. Anak itu juga memperhatikan Edi. Ia seperti ingin berbicara sesuatu kepada Edi. Akan tetapi tiba-tiba muncul dua lelaki dewasa dari warung makan. Sepertinya mereka baru saja selesai makan.
Dua laki-laki dewasa itu masuk ke mobil itu. Yang satu menyetir, yang satunya lagi duduk di belakang, di sebelah anak itu. Mobil itu kemudian melaju meninggalkan tempat itu.
Edi baru sadar, ternyata ada sehelai saputangan tergeletak di jalan. Di sekitar tempat mobil tadi parker. Sapu tangan itu berwarna kuning dengan motif bunga. Tampak ada bordir nama Ariessa. Pasti sapu tangan ini molik anak tadi, gumam Edi dalam hati.
“Kalau bertemu anak perempuan itu lagi, akan aku kembalikan,” pikir Edi. Keesokan harinya, di sekolah, Edi mendengar kabar tentang penculikan. Edi langsung teringat pada anak yang kemari ia lihat. Ia semakin yakin kalau yang diculik adalah anak itu. Setelah ia melihat foto selebaran di pengumuman.
Wajah anak di foto itu, sama persis dengan yang dilihat Edi. Nama anak itu Ariessa. Sama seperti bordiran di sapu tangan yang ditemukan Edi.
“Duh sayang aku lupa mencatat nomor mobil itu,” sesal Edi.
“Mobil siapa, Di?” tanya Sohib penasaran.
Edi segera menceritakan pengalamannya kemarin.
“Oya, aku menemukan sesuatu di tempat kejadian itu!” kata Edi lagi.
Sepulang sekolah, Edi mengajak Sohib ke rumahnya. Ia mengeluarkan sapu tangan milik Ariessa. “Ini dia yang aku temukan.”
Sohib mengamati sapu tangan itu. Ia lalu menendusnya.
“Kok, bau kunyit, ya? Sepertinya, setelah makan, ia mengusap mulutnya dengan sapu tangan ini.”
Edi lalu berpikir, adakah petunjuk yang berhubungan denagn kunyit. Setelah berpikir beberapa saat, Edi masuk ke kamar mandi. Dibasuhnya sapu tangan itu dengan air sabun. Tiba-tiba muncul deretan huruf berwarna merah membentuk tulisan “Semut E11.”
“Semut?” gumam Edi dan Sohib bingung.
Beberapa saat kemudian, Sohib berkata, “Kalau tidak salah, Semut itu adalah kompleks yang ada di dekat kelurahan. Semesta Mutiara, sering disingkat jadi Semut.”
Sohib menjelaskan kepada Edi bahwa saputangan itu sengaja ditulis lalu mungkin terkena noda yang berasal dari makanan yang mengandung kunyit sehingga tulisan tersebut tidak terlihat. Memang kunyit mempunyai sifat bila dibasahi dengan sabun akan menimbulkan warna merah. Dan zat yang memerah itu mengendap mengikuti bentuk tulisan tersebut.
Edi berpikir, lalu berkata,”Kalau Semut itu nama kompleks Semesta Mutiara, berarti E11 adalah singkatan dari blok E nomor 11. Hib, kita harus mencari tahu dimana alamat ini.”
Keesokannya Edi dan Sohib pergi untuk mencari alamat Semut E11 itu. Mereka berencana untuk menyelidiki hubungan antara Semut E11 dengan penculikan anak perempuan yang diduga adalah anak yang Edi temui. Pencarian ini susah-susah gampang. Karena kebetulan kompleks Semesta Mutiara termasuk kompleks perumahan yang besar.Namun, akhirnya mereka pun menemukannya.
“Nah, akhirnya ketemu juga. Ternyata ini rumahnya Ed,” seru Sohib. Namun Edi terlihat seperti sedang bingung. “Kenapa kamu Ed?” tanya Sohib. “Ssst, coba kamu perhatikan rumah ini benar-benar!” bisik Edi. “Kenapa memangnya rumah ini?” tanya Sohib lagi sambil memperhatikan rumah itu. “Lihat, rumah ini seperti tidak berpenghuni!” jelas Edi. “Iya juga. Masa sudah capek-capek yang ketemu hanya sebuah rumah kosong.” gumam Sohib, sebelum menyadari sahabatnya sudah beranjak masuk ke dalam rumah. “Lho, Ed!” panggil Sohib sambil ikut bergegas mengikuti Edi.
“Rumah ini benar-benar kosong” bisik Edi kepada sahabatnya. “Ya memang ini rumah kosong. Bagaimana kamu ini?” tegas Sohib. Di dalam benaknya, Edi yakin bahwa pasti ada sesuatu dengan rumah itu. Lama kemudian dua sahabat itu keluar dan mampir untuk beristirahat di sebuah warung yang letaknya tidak jauh dari rumah itu. Edi masih penasaran dengan rumah itu. Sambil meneguk sebotol teh dingin ia tak melepaskan pandangannya dari rumah tersebut. Waktu terus berjalan, tak terasa hari beranjak gelap. Dua sahabat itu masih saja menunggu di warung dekat rumah misterius itu.
Alhasil, penantian dan penasaran Edi pun tak sia-sia. “Hib, lihat itu! Benar juga apa yang kupikir.” seru Edi kepada Sohib. Tampak tiga pria dewasa keluar dari rumah kosong itu. “Eh, itu kan pria yang aku lihat di warung makan tempo hari. Hib, itu yang berbaju coklat berambut agak panjang dan satu lagi mengenakan jaket kulit hitam dan berkacamata.” tambah Edi. “Kamu yakin?” tanya Sohib. “Yakin sekali Hib, kamu tahu kan penglihatan dan ingatanku cukup bagus,” jelas Edi meyakinkan sahabatnya.
Tiga pria dewasa itu tampak menunggu sesuatu. Tak lama kemudian, datang sebuah mobil yang mirip dengan mobil yang dilihat Edi saat pertemuan dengan anak perempuan itu. “Wah, terjawab sudah Hib. Aku yakin ini tempat penyekapan anak perempuan yang aku temui itu. Pasti ia ada di dalam mobil itu,” tegas Edi. Sohib pun langsung percaya dan kemudian mereka berdua perlahan mendekati rumah itu kembali.
“Tiga pria itu sudah tidak terlihat lagi. Mungkin sudah di dalam,” kata Edi. Terlihat mobil tadi sudah terparkir di garasi rumah kosong tersebut. Edi pun mengajak Sohib untuk mengendap-endap masuk untuk mendekati mobil tersebut. Edi mulai mengeluarkan secarik kertas dan sebatang pulpen lalu mencatat plat nomor mobil yang tampak kosong tersebut. Tanpa disengaja Edi menginjak sebuah kaleng bekas minuman. “Wah, celaka kita Ed! Bagaimana kamu ini?” seru Sohib. Ia pun langsung menarik Edi karena suara yang ditimbulkan tadi telah disadari oleh orang-orang di dalam rumah itu. “Lekas Ed! Kita bisa ketahuan.” gegas Sohib. Sambil menyelesaikan catatan nomor polisi mobil tadi Edi berlari di belakang Sahabatnya. Beruntung mereka merupakan atlit sepakbola sekolah sehingga dalam waktu singkat mereka pun sudah meninggalkan rumah itu sebelum orang-orang di dalamnya sempat melihat.
Malam itu mereka selamat. Akhirnya penyelidikan hari itu dihentikan sementara karena melihat waktu yang sudah larut. Apalagi setelah tindakan mereka hampir diketahui oleh orang-orang yang diduga penculik anak perempuan yang diberitakan. Namun penyelidikan belum berakhir sampai di situ. Esok hari mereka berdua berencana untuk kembali ke rumah itu dengan strategi yang lebih matang.
Hari itu Kamis tepatnya tanggal 13 November 2004 pukul 18.05 WIB. Seusai shalat Maghrib keduanya merencanakan strategi untuk penyelidikan tahap selanjutnya. Kali ini mereka menyiapkan kamera foto dan video. Berikut perlengkapan lain seperti senter, pisau lipat, serta senjata rahasia ciptaan Sohib, “Bom Asap Pedas”, juga mereka siapkan. Sohib memang dikenal jago dalam materi IPA di sekolah terutama kimia dan fisika. Ia juga merupakan anggota KIR ( Kelompok Ilmiah Remaja ) di sekolah yang paling banyak menciptakan karya-karya brilian. Kali ini mereka akan melakukan penyelidikan malam. Mereka berencana mencari petunjuk sebanyak-banyaknya atau bukan tidak mungkin sekaligus membebaskan anak perempuan yang diduga diculik tersebut.
Beberapa waktu kemudian mereka pun tiba di depan lokasi penyekapan. “Bagaimana Ed, kita langsung saja?” tanya Sohib. “Ssst, santai dulu Bro. Kita harus pantau dulu situasi rumah itu. Aku tidak mau penyelidikan kita kali ini sia-sia untuk kedua kalinya,” jelas Edi. “Lihat Ed, mereka keluar. Mau kemana mereka?” seru Sohib. “Siip, mereka meninggalkan rumah itu. Ini berarti kita bisa masuk dengan leluasa,” kata Edi. “Tapi ingat, mereka tidak membawa kendaraan, berarti perginya tidak akan lama. Kita harus cepat Ed,” tegas Sohib.
Sesaat mereka berdua pun sudah berada di dalam rumah kosong itu. Perhatian mereka langsung tertuju pada pintu belakang rumah tersebut. “Ayo Hib, kamu periksa kamar yang di kanan itu, biar aku periksa kamar depan,” bisik Edi. Setelah beberapa lama mereka berdua pun bertemu kembali di tempat semula. Ternyata mereka tidak menekukan hasil apa-apa. “Bagaimana ini? Masa tidak ada apa-apa? Tidak mungkin,” kata Sohib. Edi berpikir lalu berkata kepada Sohib, “Hib, aku yakin pasti ada petunjuk tentang anak perempuan itu.” Setelah beberapa waktu mereka mencoba mencari sesuatu yang bisa memberi titik terang ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya mereka pun keluar dari dalam rumah tersebut. Ketika melawati garasi mobil Sohib terhenti karena sesuatu yang mengganggunya. “Kenapa di sini bau sekali? Aneh! Apa kamu menciumnya Ed?” Tanya Sohib kepada sahabatnya. “Maksud kamu bau busuk ini? Sepertinya dari garasi ini sumbernya,” balas Edi. “Iya, maksud aku juga seperti itu.” Tambah Sohib. Bau busuk yang mereka cium ternyata berasal dari garasi mobil. Dan di situ terdapat mobil yang waktu itu dilihat Edi. “Kira-kira bau apa ini ya? Aneh?” tambah Sohi bingung. Seketika Edi tertarik kea rah mobil yang ada di garasi tersebut. Ia terus mengendus ke arah mobil itu. “Aku rasa bau itu berasal dari mobil ini,” kata Edi. “Benar juga, di sini tajam sekali,” tambah Sohib. Edi pun berusaha mencari-cari dari mana bau itu berasal. Edi terpandu oleh beberapa lalat yang beterbangan di sekitar bagasi belakang mobil. Berkat itu pula ia penasaran untuk membuka bagasi mobil tersebut. Karena menurutnya dari bagasi mobil itulah bau itu berasal, hingga banyak lalat yang beterbangan di sekitarnya. Edi lalu mengambil pisau lipat serba guna untuk mencoba membuka kunci bagasi mobil itu. Ia termasuk remaja yang tangkas dan cerdik, hal-hal seperti ini adalah yang disukainya, beraksi seperti detektif. Ia terus saja mencoba sampai akhirnya (klik), ia berhasil membukanya. Perlahan Edi membuka pintu bagasi tersebut. Benar saja, baru dibuka sedikit saja bau itu terasa semakin tejam dan menyengat.
“Astaga! Apa ini? Masya Allah!” serempak mereka berdua tersentak melihat isi bagasi tersebut. “Ini.. Mayat? Ed kamu kenal dia?” seru Sohib. “Dia.. dia.. dia kan anak perempuan yang aku lihat itu,” tegas Edi. “Si Ariessa korban penculikan itu? Dia kan yang kita cari Ed. Bagaimana ini? Apa yang harus kita perbuat?” tanya Sohib. Serentak mereka berdua panik. Lalu Edi pun menutup kembali pintu bagasi tersebut. “Ed, kita harus cepat pergi dari sini! Ayo Ed! Ini bukan lagi penculikan, ini pembunuhan!” seru Sohib kepada sahabatnya. Seketika Sohib langsung menarik Edi pergi meninggalkan tempat itu dan keluar dari rumah kosong tersebut. Namun Edi pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia masih syok dengan apa yang dilihatnya barusan.
“Kenapa jadi begini? Mengapa setega itu mereka?” gumam Edi tidak percaya. “Sudahlah Ed! Justru kita harus berpikir mengapa ia bisa terbunuh? Apakah sengaja dibunuh atau apa? Aku rasa kita sudah kepalang basah,” jelas Sohib. “Kamu benar Hib. Kita harus sebera laporkan hal ini ke pihak yang berwajib,” jawab Edi. Seketika mereka menghubungi polisi dan menceritakan apa yang mereka lihat. Mereka juga memberi informasi-informasi penting kepada polisi. Akan tetapi, para penculik itu belum juga kembali sedari tadi. “Jangan-jangan para penculik itu sengaja pergi meninggalkan mayat itu di sini. Bisa saja kan mereka panik karena korban ternyata terbunuh tanpa disengaja, kemudian pergi tanpa berpikir panjang lagi,” jelas Edi.”
Tak lama kemudian polisi pun datang dan situasi ditangani dengan kondusif. Jenazah korban dibawa ke Rumah Sakit oleh kendaraan forensik untuk diotopsi dan rumah tersebut diisolir dengan garis polisi. Polisi akan terus menyelidiki penyebab terbunuhnya korban. Selain itu usaha pencarian para pelaku juga akan dilakukan. Edi dan Sohib menjadi saksi utama dalam kasus ini. Mereka bersedia membantu kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut serta menangkap para pelakunya. Mereka tidak akan bias lolos karena data dan jejaknya sudah mampu dilacak oleh tim penyelidik.
Namun demikian, kasihan bagi keluarga korban, karena setelah sekian lama kehilangan seorang anak perempuan yang manis dan saat ketemu ternyata sudah tidak bernyawa. Kasihan juga Ariessa. Miris sekali nasibnya. Kalau kita flashback ke waktu pertemuan dengan Ariessa pertama kali, itu kira-kira tiga hari yang lalu, tepatnya hari Senin tanggal 10 November 2004. Ya, hari itu adalah di mana Edi pertama kali bertemu dengan seorang anak perempuan yang sedang duduk di sebuah mobil yang terparkir di dekat sebuah warung makan di jalan menuju ke rumah sepulang dari sekolah. Seorang anak yang manis bernama Ariessa, korban penculikan yang hidupnya harus berakhir dengan tragis.
Keesokan harinya polisi sudah dapat memastikan penyebab kematian Ariessa adalah karena kehabisan nafas tanpa luka luar maupun dalam ataupun bekas jeratan leher. Tim forensik kepolisian juga memperkirakan bahwa Ariessa sudah meninggal sejak lima hari yang lalu. Tunggu sebentar! Lima hari yang lalu?? Pertemuan dengan Ariessa pertama kali kan empat hari yang lalu! Apa mungkin yang Edi lihat adalah…..ARWAH ARIESSA!?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar