Selasa, 31 Maret 2009

Tokoh-Tokoh dan Sinopsis Satria Biru

Judul : “Satria Biru”
Jenre : Fiksi remaja
Seting Tempat : Jakarta
Seting Waktu : 2010

Tokoh-Tokoh Utama Dalam Cerita
• Amar. Seorang yang ambisius, dominan, dingin, dan sedikit tertutup. Ia lebih cocok disebut cuek daripada sombong. Berkulit tidak terlalu putih, berkepala plontos, serta memiliki tinggi 193 cm. Dalam tim Bola Basket Satria Biru, ia berperan sebagai center forward.

• Galang. Ia seorang yang sangat supel dan ramah. Akan tetapi, ia juga memiliki temperamen yang tinggi dan berwatak keras. Ia merupakan sahabat dekat Amar, karena hanya dia yang bisa mengerti Amar. Kulitnya sawo matang dan tingginya 192 cm. Bersama Amar ia bertindak sebagai ujung tombak serangan Satria Biru.

• Revi. Ia tipe “cute shy guy” yang sama sekali tidak banyak omong. Ia mempunyai banyak penggemar wanita, baik itu di dalam maupun di luar kampus. Ia lebih tinggi 8 cm dari Amar. Merupakan pemain paling jangkung dalam tim.

• Degha. “A comedian guy” yang cenderung “garing” tapi belum pernah menyadarinya. Namun sesungguhnya ia orang yang menyenangkan. Memiliki solidaritas tinggi terhadap teman-tamannya. Dengan model rambut corn row dan berkulit agak gelap, ia paling menyerupai pemain basket professional. Ia bertindak sebagai playmaker dalam Satria Biru. Tingginya 182 cm.

• Temy. Ia adalah “Richie” dalam kampus. Orang tuanya adalah konglomerat ternama. Seperti kebanyakan anak orang kaya lainnya, ia mempunyai karakter “playboy” dan senang pamer. Untung saja ia sangat royal sehingga tetap disukai teman-temannya. Dengan tinggi 185 cm ia menjadi guard yang tangguh dalam Satria Biru.

• Keika. Seorang yang cerdas, perfeksionis, namun menyenangkan. Ia satu-satunya kaum hawa dalam tim basket kampus. Kulitnya putih, berambut panjang lurus, dan bertubuh tinggi (untuk ukuran perempuan). Merupakan manajer sekaligus motivator yang handal dalam tim basket kampus.

SINOPSIS
“Satria Biru” merupakan tim bola basket kampus tempat Amar, Galang, Temy, Degha, Revi, dan Keika berkuliah. Tim ini termasuk dalam tim papan atas Liga Bola Basket Mahasiswa. Amar dan keempat temannya merupakan pemain andalan dalam tim. Sementara itu Keika adalah manajer tim sekaligus berjasa memberikan motivasi bagi teman-temannya. Mereka kecuali Degha adalah anggota baru dalam tim yang direkrut oleh Degha, ketua UKM, dan Keika selaku manajer tim Satria Biru.
Satria Biru akan menghadapi kejuaraan Bola Basket Mahasiswa tingkat propinsi di awal semester 3. Keika dan Degha mahasiswa tingkat 3 sibuk melakukan persiapan serta pembenahan dalam tubuh Satria Biru. Keika menganggap Satria Biru yang sekarang belum siap secara mental dan fisik untuk menghadapi kejuaraan. Oleh karenanya Degha menginstruksikan untuk mengadakan latihan intensif. Mereka juga mengadakan perekrutan untuk mahasiswa baru. Sementara itu Amar, Galang, dan Revi, mahasiswa tingkat 2, sebenarnya sangat menggemari permainan bola basket. Hanya saja mereka bukan anggota Satria Biru. Mereka menganggap permainan bola basket hanyalah hobi dan bukan untuk ditekuni. Keika dan Degha sama sekali tidak mengetahui tentang mereka bertiga. Wajar saja, dua diantara mereka bertiga yaitu Amar dan Revi jarang sekali bergaul di kampus. Sementara Galang terpaksa terbawa-bawa oleh kedua sahabatnya walaupun sebenarnya ia termasuk orang yang supel. Suatu waktu mereka bertiga melintas di pinggir lapangan saat Satria Biru sedang latihan. Tanpa sengaja bola mengenai kepala Galang. Karena kesal Galang sedikit pamer dengan memasukkan bola tersebut ring basket dengan satu tangan dari luar lapangan. Keika terkejut bukan hanya karena lemparan Galang tersebut namun juga karena melihat mereka bertiga yang memiliki tinggi badan di atas rata-rata. Keika mengusulkan Degha untuk merekrut mereka bertiga. Degha awalnya ragu akan kemampuan Amar dan dua sahabatnya. Namun saat ia menantang untuk tanding “three on three”, mereka bertiga mengalahkannya dengan skor lumayan telak. Akhirnya Amar, Galang, serta Revi bergabung dengan Satria Biru. Di sinilah Satria Biru “yang baru” memulai prestasinya. Dengan kehadiran Amar dkk beserta pemain rekrutan dari mahasiswa angkatan baru, pertandingan demi pertandingan berhasil dilewatinya dengan mulus.
Di samping itu Keika jatuh hati kepada Amar yang bertipikal introvert guy serta berkarakter dingin. Sampai akhirnya Amar pun berhasil diluluhkan oleh keistimewaan yang dimiliki oleh Keika. Namun perjuangan cinta mereka tidak mulus begitu saja.
Satria Biru akhirnya bersiap menghadapi kejuaraan tingkat Nasional. Perjalanan mereka mengalami banyak hambatan dengan adanya persoalan pribadi masing-masing. Namun berkat perjuangan yang keras tim, Satria Biru pun keluar sebagai tim Bola Basket Kampus yang ditakuti.

Selasa, 24 Maret 2009

Saputangan dan Semut E11

Oleh : Rangga Permana

Hari ini Edi pulang sekolah sendirian. Sohib, sahabatnya yang biasa pulang bersamanya, hari itu sakit. Ia tidak masuk sekolah.
Edi menyusuri jalanan menuju rumahnya. Di sebuah warung makan di pinggir jalan, Edi melihat sebuah mobil. Walaupun kaca mobil itu tertutup, Edi bisa melihat seorang anak perempuan di dalamnya. Anak itu duduk sendirian di kursi belakang. Ia tampak gelisah, bahkan menangis.
Anak perempuan itu lalu tampak menutup wajahnya denagn sapu tangan. Secara tak sadar, Edi terus memperhatikan anak itu. Anak itu juga memperhatikan Edi. Ia seperti ingin berbicara sesuatu kepada Edi. Akan tetapi tiba-tiba muncul dua lelaki dewasa dari warung makan. Sepertinya mereka baru saja selesai makan.
Dua laki-laki dewasa itu masuk ke mobil itu. Yang satu menyetir, yang satunya lagi duduk di belakang, di sebelah anak itu. Mobil itu kemudian melaju meninggalkan tempat itu.
Edi baru sadar, ternyata ada sehelai saputangan tergeletak di jalan. Di sekitar tempat mobil tadi parker. Sapu tangan itu berwarna kuning dengan motif bunga. Tampak ada bordir nama Ariessa. Pasti sapu tangan ini molik anak tadi, gumam Edi dalam hati.
“Kalau bertemu anak perempuan itu lagi, akan aku kembalikan,” pikir Edi. Keesokan harinya, di sekolah, Edi mendengar kabar tentang penculikan. Edi langsung teringat pada anak yang kemari ia lihat. Ia semakin yakin kalau yang diculik adalah anak itu. Setelah ia melihat foto selebaran di pengumuman.
Wajah anak di foto itu, sama persis dengan yang dilihat Edi. Nama anak itu Ariessa. Sama seperti bordiran di sapu tangan yang ditemukan Edi.
“Duh sayang aku lupa mencatat nomor mobil itu,” sesal Edi.
“Mobil siapa, Di?” tanya Sohib penasaran.
Edi segera menceritakan pengalamannya kemarin.
“Oya, aku menemukan sesuatu di tempat kejadian itu!” kata Edi lagi.
Sepulang sekolah, Edi mengajak Sohib ke rumahnya. Ia mengeluarkan sapu tangan milik Ariessa. “Ini dia yang aku temukan.”
Sohib mengamati sapu tangan itu. Ia lalu menendusnya.
“Kok, bau kunyit, ya? Sepertinya, setelah makan, ia mengusap mulutnya dengan sapu tangan ini.”
Edi lalu berpikir, adakah petunjuk yang berhubungan denagn kunyit. Setelah berpikir beberapa saat, Edi masuk ke kamar mandi. Dibasuhnya sapu tangan itu dengan air sabun. Tiba-tiba muncul deretan huruf berwarna merah membentuk tulisan “Semut E11.”
“Semut?” gumam Edi dan Sohib bingung.
Beberapa saat kemudian, Sohib berkata, “Kalau tidak salah, Semut itu adalah kompleks yang ada di dekat kelurahan. Semesta Mutiara, sering disingkat jadi Semut.”
Sohib menjelaskan kepada Edi bahwa saputangan itu sengaja ditulis lalu mungkin terkena noda yang berasal dari makanan yang mengandung kunyit sehingga tulisan tersebut tidak terlihat. Memang kunyit mempunyai sifat bila dibasahi dengan sabun akan menimbulkan warna merah. Dan zat yang memerah itu mengendap mengikuti bentuk tulisan tersebut.
Edi berpikir, lalu berkata,”Kalau Semut itu nama kompleks Semesta Mutiara, berarti E11 adalah singkatan dari blok E nomor 11. Hib, kita harus mencari tahu dimana alamat ini.”
Keesokannya Edi dan Sohib pergi untuk mencari alamat Semut E11 itu. Mereka berencana untuk menyelidiki hubungan antara Semut E11 dengan penculikan anak perempuan yang diduga adalah anak yang Edi temui. Pencarian ini susah-susah gampang. Karena kebetulan kompleks Semesta Mutiara termasuk kompleks perumahan yang besar.Namun, akhirnya mereka pun menemukannya.
“Nah, akhirnya ketemu juga. Ternyata ini rumahnya Ed,” seru Sohib. Namun Edi terlihat seperti sedang bingung. “Kenapa kamu Ed?” tanya Sohib. “Ssst, coba kamu perhatikan rumah ini benar-benar!” bisik Edi. “Kenapa memangnya rumah ini?” tanya Sohib lagi sambil memperhatikan rumah itu. “Lihat, rumah ini seperti tidak berpenghuni!” jelas Edi. “Iya juga. Masa sudah capek-capek yang ketemu hanya sebuah rumah kosong.” gumam Sohib, sebelum menyadari sahabatnya sudah beranjak masuk ke dalam rumah. “Lho, Ed!” panggil Sohib sambil ikut bergegas mengikuti Edi.
“Rumah ini benar-benar kosong” bisik Edi kepada sahabatnya. “Ya memang ini rumah kosong. Bagaimana kamu ini?” tegas Sohib. Di dalam benaknya, Edi yakin bahwa pasti ada sesuatu dengan rumah itu. Lama kemudian dua sahabat itu keluar dan mampir untuk beristirahat di sebuah warung yang letaknya tidak jauh dari rumah itu. Edi masih penasaran dengan rumah itu. Sambil meneguk sebotol teh dingin ia tak melepaskan pandangannya dari rumah tersebut. Waktu terus berjalan, tak terasa hari beranjak gelap. Dua sahabat itu masih saja menunggu di warung dekat rumah misterius itu.
Alhasil, penantian dan penasaran Edi pun tak sia-sia. “Hib, lihat itu! Benar juga apa yang kupikir.” seru Edi kepada Sohib. Tampak tiga pria dewasa keluar dari rumah kosong itu. “Eh, itu kan pria yang aku lihat di warung makan tempo hari. Hib, itu yang berbaju coklat berambut agak panjang dan satu lagi mengenakan jaket kulit hitam dan berkacamata.” tambah Edi. “Kamu yakin?” tanya Sohib. “Yakin sekali Hib, kamu tahu kan penglihatan dan ingatanku cukup bagus,” jelas Edi meyakinkan sahabatnya.
Tiga pria dewasa itu tampak menunggu sesuatu. Tak lama kemudian, datang sebuah mobil yang mirip dengan mobil yang dilihat Edi saat pertemuan dengan anak perempuan itu. “Wah, terjawab sudah Hib. Aku yakin ini tempat penyekapan anak perempuan yang aku temui itu. Pasti ia ada di dalam mobil itu,” tegas Edi. Sohib pun langsung percaya dan kemudian mereka berdua perlahan mendekati rumah itu kembali.
“Tiga pria itu sudah tidak terlihat lagi. Mungkin sudah di dalam,” kata Edi. Terlihat mobil tadi sudah terparkir di garasi rumah kosong tersebut. Edi pun mengajak Sohib untuk mengendap-endap masuk untuk mendekati mobil tersebut. Edi mulai mengeluarkan secarik kertas dan sebatang pulpen lalu mencatat plat nomor mobil yang tampak kosong tersebut. Tanpa disengaja Edi menginjak sebuah kaleng bekas minuman. “Wah, celaka kita Ed! Bagaimana kamu ini?” seru Sohib. Ia pun langsung menarik Edi karena suara yang ditimbulkan tadi telah disadari oleh orang-orang di dalam rumah itu. “Lekas Ed! Kita bisa ketahuan.” gegas Sohib. Sambil menyelesaikan catatan nomor polisi mobil tadi Edi berlari di belakang Sahabatnya. Beruntung mereka merupakan atlit sepakbola sekolah sehingga dalam waktu singkat mereka pun sudah meninggalkan rumah itu sebelum orang-orang di dalamnya sempat melihat.
Malam itu mereka selamat. Akhirnya penyelidikan hari itu dihentikan sementara karena melihat waktu yang sudah larut. Apalagi setelah tindakan mereka hampir diketahui oleh orang-orang yang diduga penculik anak perempuan yang diberitakan. Namun penyelidikan belum berakhir sampai di situ. Esok hari mereka berdua berencana untuk kembali ke rumah itu dengan strategi yang lebih matang.
Hari itu Kamis tepatnya tanggal 13 November 2004 pukul 18.05 WIB. Seusai shalat Maghrib keduanya merencanakan strategi untuk penyelidikan tahap selanjutnya. Kali ini mereka menyiapkan kamera foto dan video. Berikut perlengkapan lain seperti senter, pisau lipat, serta senjata rahasia ciptaan Sohib, “Bom Asap Pedas”, juga mereka siapkan. Sohib memang dikenal jago dalam materi IPA di sekolah terutama kimia dan fisika. Ia juga merupakan anggota KIR ( Kelompok Ilmiah Remaja ) di sekolah yang paling banyak menciptakan karya-karya brilian. Kali ini mereka akan melakukan penyelidikan malam. Mereka berencana mencari petunjuk sebanyak-banyaknya atau bukan tidak mungkin sekaligus membebaskan anak perempuan yang diduga diculik tersebut.
Beberapa waktu kemudian mereka pun tiba di depan lokasi penyekapan. “Bagaimana Ed, kita langsung saja?” tanya Sohib. “Ssst, santai dulu Bro. Kita harus pantau dulu situasi rumah itu. Aku tidak mau penyelidikan kita kali ini sia-sia untuk kedua kalinya,” jelas Edi. “Lihat Ed, mereka keluar. Mau kemana mereka?” seru Sohib. “Siip, mereka meninggalkan rumah itu. Ini berarti kita bisa masuk dengan leluasa,” kata Edi. “Tapi ingat, mereka tidak membawa kendaraan, berarti perginya tidak akan lama. Kita harus cepat Ed,” tegas Sohib.
Sesaat mereka berdua pun sudah berada di dalam rumah kosong itu. Perhatian mereka langsung tertuju pada pintu belakang rumah tersebut. “Ayo Hib, kamu periksa kamar yang di kanan itu, biar aku periksa kamar depan,” bisik Edi. Setelah beberapa lama mereka berdua pun bertemu kembali di tempat semula. Ternyata mereka tidak menekukan hasil apa-apa. “Bagaimana ini? Masa tidak ada apa-apa? Tidak mungkin,” kata Sohib. Edi berpikir lalu berkata kepada Sohib, “Hib, aku yakin pasti ada petunjuk tentang anak perempuan itu.” Setelah beberapa waktu mereka mencoba mencari sesuatu yang bisa memberi titik terang ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya mereka pun keluar dari dalam rumah tersebut. Ketika melawati garasi mobil Sohib terhenti karena sesuatu yang mengganggunya. “Kenapa di sini bau sekali? Aneh! Apa kamu menciumnya Ed?” Tanya Sohib kepada sahabatnya. “Maksud kamu bau busuk ini? Sepertinya dari garasi ini sumbernya,” balas Edi. “Iya, maksud aku juga seperti itu.” Tambah Sohib. Bau busuk yang mereka cium ternyata berasal dari garasi mobil. Dan di situ terdapat mobil yang waktu itu dilihat Edi. “Kira-kira bau apa ini ya? Aneh?” tambah Sohi bingung. Seketika Edi tertarik kea rah mobil yang ada di garasi tersebut. Ia terus mengendus ke arah mobil itu. “Aku rasa bau itu berasal dari mobil ini,” kata Edi. “Benar juga, di sini tajam sekali,” tambah Sohib. Edi pun berusaha mencari-cari dari mana bau itu berasal. Edi terpandu oleh beberapa lalat yang beterbangan di sekitar bagasi belakang mobil. Berkat itu pula ia penasaran untuk membuka bagasi mobil tersebut. Karena menurutnya dari bagasi mobil itulah bau itu berasal, hingga banyak lalat yang beterbangan di sekitarnya. Edi lalu mengambil pisau lipat serba guna untuk mencoba membuka kunci bagasi mobil itu. Ia termasuk remaja yang tangkas dan cerdik, hal-hal seperti ini adalah yang disukainya, beraksi seperti detektif. Ia terus saja mencoba sampai akhirnya (klik), ia berhasil membukanya. Perlahan Edi membuka pintu bagasi tersebut. Benar saja, baru dibuka sedikit saja bau itu terasa semakin tejam dan menyengat.
“Astaga! Apa ini? Masya Allah!” serempak mereka berdua tersentak melihat isi bagasi tersebut. “Ini.. Mayat? Ed kamu kenal dia?” seru Sohib. “Dia.. dia.. dia kan anak perempuan yang aku lihat itu,” tegas Edi. “Si Ariessa korban penculikan itu? Dia kan yang kita cari Ed. Bagaimana ini? Apa yang harus kita perbuat?” tanya Sohib. Serentak mereka berdua panik. Lalu Edi pun menutup kembali pintu bagasi tersebut. “Ed, kita harus cepat pergi dari sini! Ayo Ed! Ini bukan lagi penculikan, ini pembunuhan!” seru Sohib kepada sahabatnya. Seketika Sohib langsung menarik Edi pergi meninggalkan tempat itu dan keluar dari rumah kosong tersebut. Namun Edi pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia masih syok dengan apa yang dilihatnya barusan.
“Kenapa jadi begini? Mengapa setega itu mereka?” gumam Edi tidak percaya. “Sudahlah Ed! Justru kita harus berpikir mengapa ia bisa terbunuh? Apakah sengaja dibunuh atau apa? Aku rasa kita sudah kepalang basah,” jelas Sohib. “Kamu benar Hib. Kita harus sebera laporkan hal ini ke pihak yang berwajib,” jawab Edi. Seketika mereka menghubungi polisi dan menceritakan apa yang mereka lihat. Mereka juga memberi informasi-informasi penting kepada polisi. Akan tetapi, para penculik itu belum juga kembali sedari tadi. “Jangan-jangan para penculik itu sengaja pergi meninggalkan mayat itu di sini. Bisa saja kan mereka panik karena korban ternyata terbunuh tanpa disengaja, kemudian pergi tanpa berpikir panjang lagi,” jelas Edi.”
Tak lama kemudian polisi pun datang dan situasi ditangani dengan kondusif. Jenazah korban dibawa ke Rumah Sakit oleh kendaraan forensik untuk diotopsi dan rumah tersebut diisolir dengan garis polisi. Polisi akan terus menyelidiki penyebab terbunuhnya korban. Selain itu usaha pencarian para pelaku juga akan dilakukan. Edi dan Sohib menjadi saksi utama dalam kasus ini. Mereka bersedia membantu kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut serta menangkap para pelakunya. Mereka tidak akan bias lolos karena data dan jejaknya sudah mampu dilacak oleh tim penyelidik.
Namun demikian, kasihan bagi keluarga korban, karena setelah sekian lama kehilangan seorang anak perempuan yang manis dan saat ketemu ternyata sudah tidak bernyawa. Kasihan juga Ariessa. Miris sekali nasibnya. Kalau kita flashback ke waktu pertemuan dengan Ariessa pertama kali, itu kira-kira tiga hari yang lalu, tepatnya hari Senin tanggal 10 November 2004. Ya, hari itu adalah di mana Edi pertama kali bertemu dengan seorang anak perempuan yang sedang duduk di sebuah mobil yang terparkir di dekat sebuah warung makan di jalan menuju ke rumah sepulang dari sekolah. Seorang anak yang manis bernama Ariessa, korban penculikan yang hidupnya harus berakhir dengan tragis.
Keesokan harinya polisi sudah dapat memastikan penyebab kematian Ariessa adalah karena kehabisan nafas tanpa luka luar maupun dalam ataupun bekas jeratan leher. Tim forensik kepolisian juga memperkirakan bahwa Ariessa sudah meninggal sejak lima hari yang lalu. Tunggu sebentar! Lima hari yang lalu?? Pertemuan dengan Ariessa pertama kali kan empat hari yang lalu! Apa mungkin yang Edi lihat adalah…..ARWAH ARIESSA!?

Selasa, 03 Maret 2009

Aku dan Dia


Aku terlahir dengan nama Aku. Aku adalah figur dari segala keegoisan aku. Aku mempunyai sekian banyak kegelapan masa lalu. Tapi aku juga mempunyai sekian banyak impian dan harapan. Aku bukanlah Aku yang dulu. Karena Aku yang dulu bukanlah aku yang telah menjadi aku sekarang. Aku sering berpikir mengapa ada Aku yang gelap di masa lalu sementara aku bisa menjadi Aku yang sekarang. Mungkin sebagian orang tidak akan percaya bila Aku yang dulu telah menjadi Aku yang sekarang. Atau bahkan sebaliknya sebagian orang tidak akan percaya akan adanya Aku yang dulu karena melihat Aku yang sekarang. Namun aku tidak lagi peduli dengan segala masa laluku. Karena aku yang sekarang bukanlah lagi Aku yang dulu. Dan kamu juga mereka harus percaya itu.
Aku adalah orang yang terobsesi untuk menjadi Aku yang lebih baik lagi dan lagi. Aku sedang melakukan segala upaya kerasku untuk mewujudkan itu. Hanya saja sebagian orang lagi-lagi menganggap remeh aku karena sudah mengenal aku yang dulu. Betapa kesalnya aku akan segala anggapan dan keraguan terhadap diriku.
Pada dasarnya aku adalah orang yang sulit untuk menerima kamu, mereka, dan dia. Bagiku aku adalah aku, bukan kamu, mereka, ataupun dia. Karena aku adalah Aku dengan segala ke-aku-anku.
Pada satu waktu aku bertemu dengan seseorang yang membuatku memikirkan kembali segala keegoisan diriku. Dia…. dia terlahir dengan nama Dia. Dia adalah figur dari segala keegoisan dia. Dia memiliki apa yang tidak kamu dan mereka miliki. Dia membuat aku ingin selalu melihat dia….bukan kamu….ataupun mereka. Aku yang selama ini tidak mempedulikan siapapun, akhirnya menaruh perhatian akan kehadiran Dia. Bahwa dia adalah Dia yang selalu aku ingin lihat…. Bahwa dia adalah Dia yang selalu aku ingin sentuh. Itu semua karena aku ingin dia….bukan kamu ataupun mereka.
Tetapi Dia adalah segala keegoisan dirinya. Dia tidak pernah melihat aku, kamu, dan mereka. Aku yang sudah bisa menerima kehadiran dia, ternyata harus berharap akan dia yang tidak pernah melihat siapapun, tidak terkecuali kamu ataupun mereka. Sungguh besarnya dia dimataku dengan segala ke-dia-annya. Sampai-sampai aku yang sudah mengurangi segala keegoisan aku tidak jua dilihatnya. Bagaimana dengan harapan akan dia ini? Akankah dia melihat aku?… Atau hanya aku saja yang selalu melihat dia? Sungguh aku ingin dia melihat aku seperti aku melihat dia. Atau paling tidak dia menaruh perhatian walau itu hanya sedikit saja akan keberadaan aku yang padahal selalu ada di dekatnya.
Untuk kesekian kalinya aku mendapat ketegasan bahwa dia adalah Dia dengan segala keegoisan dirinya….seperti halnya aku sebelum bertemu dia. Aku benar-benar tidak tahu kapan tiba waktunya saat dia mulai melihat aku….yang selalu berusaha untuk ada di dekatnya. Aku tidak tahu sampai kapan akan berharap. Aku adalah Aku yang selalu ada di belakang….di samping….tapi tidak pernah ada di depan dia. Untuk saat ini aku hanya bisa menunggu sampai saatnya tiba dia membalikkan badannya ke belakang atau mengalihkan pandangannya ke samping….karena aku tidak pernah bisa ada di hadapannya.



By : Rangga Permana

about...

Perempuan dan Cinta

Saat seorang laki-laki seperti layaknya manusia biasa mengalami yang namanya jatuh cinta, sesungguhnya ia sedang mencintai Sang Pencipta. Karena ia telah jatuh hati terhadap salah satu ciptaan Yang Maha Kuasa. Dengan mencintai dengan sepenuh hati seseorang ini, berarti manusia telah merasa bersyukur akan adanya cinta dan yang dicintainya. Ia sangat mensyukuri adanya Tuhan karena telah menghadirkan cinta di hatinya. Rasa syukurnya bertambah karena diciptakannya makhluk seindah yang sedang dicintainya. Sesuatu yang sungguh indah dan sangat menawan seolah-olah tidak ada lagi hal yang seindahnya. Sesuatu itu adalah…perempuan.
Ada banyak persepsi tentang perempuan. Bila kita sedang mencintai seorang Hawa, maka kita akan merasa terbuai oleh kehadirannya. Dan kita akan larut ke dalam peran di mana sang Hawa membawanya. Paling tidak kebanyakan laki-laki akan seperti itu. Bila sudah seperti ini, maka laki-laki akan berubah menjadi seseorang seperti dalam sebuah sandiwara dengan lakon “cinta”. Namun seperti apa peran dan ke arah mana alur cerita ini akan dimainkan, itu tergantung kita memposisikan sang perempuan tersebut.
Ada sekian posisi dari seorang perempuan dalam kehidupan kita. Semua ini akan menentukan kehidupan sang laki-laki selanjutnya bila ia sudah dinaungi perasaan cinta. Perempuan bisa saja menjadi racun yang akan membuat laki-laki lumpuh dan sekarat. Artinya di sini kehidupan seorang laki-laki akan hancur dengan kehadiran perempuan tersebut. Ini dikarenakan kita terlalu memposisikan perempuan sebagai sesuatu yang kuat dan berkuasa serta mempunyai pengaruh yang besar. Manakala perempuan bertindak sesukanya maka laki-laki akan berada dalam masa kritis.
Sebaiknya perempuan bisa saja menjadi obat yang akan manawar racun kekelaman masa lalu kita. Yang awalnya seorang laki-laki berada dalam kehampaan dan ketiada artian hidup, dengan hadirnya perempuan yang dicintainya maka kesegaran dan semangat baru akan tumbuh. Kita menjadi seperti menemukan sesuatu yang hilang dalam hidup kita sebelumnya. Perempuan seperti ini adalah sosok perempuan idaman tentunya bagi setiap laki-laki. Namun itu semua tergantung bagaimana kita menempatkan posisi sang perempuan tersebut dalam kehidupan kita. Karena secara kodrat laki-laki adalah calon pemimpin rumah tangga yang mempunyai tugas untuk memegang kemudi bahtera kehidupan sepasang manusia.
Perempuan bukan untuk ditaruh diatas kepala kita untuk selalu dijunjung dan dipuja. Perempuan juga bukan untuk diposisikan dibawah telapak kaki kita untuk diinjak dan dicaci. Tapi sayangilah perempuan seperti kita menyayangi adik kita. Hormatilah perempuan seperti kita menghormati ibu kita. Serta cintailah perempuan seperti kita mencintai diri kita sendiri. Perempuan dan cinta ada karena Tuhan ada, maka bersyukurlah kepada-Nya bila kita merasakan bahagia karena perempuan dan cinta…. Serta berserahlah kepada-Nya bila kita merasakan sakit karena perempuan dan cinta. Hidup adalah roda yang selalu berputar. Tangis hari ini bukan berarti tangis hari esok. Begitu pula sebaliknya. Dan setiap fenomena hidup akan selalu membawa hikmah. Tebarkanlah selalu senyumanmu wahai kaum laki-laki walaupun di saat sedih. Karena hanya kepada Tuhanlah kita patut menangis dan berserah diri.



By : Rangga Permana